Selasa, 31 Mei 2016

A. Disparitas Penafsiran Hakim atas Pasal 2 dan 3 Undang-Undang PTPK dan Implikasinya Pendahuluan Latar Belakang Tindak pidana korupsi (tipikor) di Indonesia telah mewabah ke berbagai segi kehidupan. Putusan pengadilan tipikor yang diteliti ini pun terdakwanya terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mulai dari bidang pendidikan, kepala daerah (bupati dan walikota), Ketua UKM (Usaha Kecil dan Menengah) sampai dengan pejabat perusahaan swasta rekanan BUMN. Sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia memang merupakan sejarah panjang dengan sederetan perundang-undangan yang dilengkapi dengan berbagai tim atau komisi khusus guna menunjang pemberantasan korupsi tersebut. Namun hingga kini korupsi masih merajalela dan masif. Tipikor adalah extra ordinary crime (kejahatan luar biasa), sehingga pemberantasannya pun memerlukan proses luar biasa. Oleh karena itu bangsa-bangsa di dunia telah sepakat untuk secara bahu-membahu memberantas korupsi yang bersifat transnasional. Indonesia adalah termasuk negara yang ikut menandatangani UNCAC (United Nations Convention Against Corruption) atau Konvensi PBB Menentang Korupsi dan Indonesia telah meratifikasi UNCAC melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, dengan demikian Indonesia telah terikat secara moral, politis, dan yuridis untuk melaksanakan UNCAC. Salah satu aspek yang penting dalam pemberantasan tipikor adalah proses penegakan hokum.

1 komentar: